BAB I
PEMBAHASAN
A. LATAR
BELAKANG
Sunnah
Nabi Muhammad SAW adalah merupakan panduan dalam beribadah bagi umat Islam
dimuka bumi, sebagai perbuatan Nabi besar Muhammad SAW pada masa hidupnya yang
saat ini harus kita contoh dalam melakukan ibadah sehari-hari dengan Al qur’an
sebagai wahyu Allah SWT.Ketika umat bertanya dan dalam perbedaan pendapat, maka
Rasulullah meninggalkan dua wasiat, yaitu Al qurán dan al hadist, maka begitu
pentingnya dasar hukum itu menjadi pedoman, dan sejauhmana kita memahaminya, menjadi
tolak ukur pula sejauh mana kita mencapai ketinggiannya. Alqur’an s. ali imron
ayat 32, yang artinya Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir."Dan
Allah berfirman pada Q.s.4 ayat 14 berbunyi; Dan barangsiapa yang mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya
siksa yang menghinakan.Maka dengan dibuatnya makalah ini yang berjudul “ dalil
– dalil kehujaan hadist terhadap al qur’an ” maka kami berharap akan menambah
khasanah untuk beribadah dan mencintai rasulnya, amin.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Memahami
apa itu dalil-dalil kehujaan hadist
2. Fungsi
hadist terhadap al qur’an
1) Taqzyid
2) Tafshil
3) Takhshish
4) Tasyri
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dalil-
Dalil Kehujjahan Hadits
Yang
dimaksud dengan kehujjahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan Hadits yang
wajib dijadikan hujah atau dasar hukum, sama dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya
dalil-dalil syariah yang menunjukkannya. Sunnah adalah sumber hukum Islam
(pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang
telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara
otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi
mereka yang menolak kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja
memperoleh dosa, tetapi juga murtad hukumnya.
Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup
menjadi alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum
Islam. Di dalam Al-Quran dijelaskan umat Islam harus kembali kepada Al-Qur’an
dan As-Sunnah, diantara ayatnya adalah sebagai berikut :
1) Setiap
Mu’min harus taat kepada Allah dan kepada Rasulullah. (Al-Anfal: 20, Muhammad:
33, an-Nisa: 59, Ali ‘Imran: 32, al- Mujadalah: 13, an-Nur: 54, al-Maidah: 92).
2) Patuh
kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah. (An-Nisa: 80, Ali ‘Imran:
31).
3) Orang
yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa. (Al-Anfal: 13, Al-Mujadilah: 5,
An-Nisa: 115).
4) Berhukum
terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. (An-Nisa: 65).
Alasan
lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena selain memang di
perintahkan oleh Al-Qur’an juga untuk memudahkan dalam menentukan (menghukumi)
suatu perkara yang tidak dibicarakan secara rinci atau sama sekali tidak
dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai sumber hukum utama. Apabila Sunnah tidak
berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan
kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar dan
ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam
hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang menjelaskan
secara terperinci justru Sunnah Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan
kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak (multi
makna), muhtamal (mengandung makna alternatif) dan sebagainya yang mau tidak
mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya.
Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut
hanya didasarkan kepada pertimbangan rasio (logika) sudah barang tentu akan
melahirkan tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
B. Fungsi
Hadits sebagai Sumber Ajaran Islam
Al-Qur’an
dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara
satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu
kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat
ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran
hadis, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi
al-Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
بِالْبَيِّنَاتِ
وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya
:
Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan(QS. An-Nahl :
44)
Dalam
hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarat dan penjelas
dari ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam
hubungan dengan Al-Qur’an adalah sebagai berikut :
a) Bayan
at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah
penjelasan hadith terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan
lebih lanjut, seperti pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi
hadith dalam hal ini memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap
ayat-ayat yang masih mutlak dan memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang
masih umum.
Merinci
ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global)
Sebagai
contoh hadis berikut:
صَلُّوْا
كَمَا رَاَيْتُمُوْنِي أُصَلِّيْ (رواه البخ)
“Sholatlah
sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Hadis
ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam al-Qur’an tidak
menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah: “Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43)
b) Men-taqyid
ayat-ayat yang mutlaq
Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada
hakekat kata itu sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah
maupun sifatnya. Men-taqyid dan mutlaq artinya membatasi ayat-ayat mutlaq
denngan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul
SAW berikut:
لاتقطع
يد السارق ا في ربع دينار فصاعدا (رواه مسلم)
“Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada
(pencurian senilai) seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim)
Hadith
di atas men-taqyid ayat al-Qur’an
berikut:
“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.” (QS.
Al Maidah [5]: 38)
c) Men-takhsis
ayat yang ‘am
Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan
atau memiliki makna, dalam jumlah yang banyak. Sedangkan takhsis atau khash,
ialah kata yang menunjukkan arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud
men-takhsis yang ‘am ialah membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak
berlaku pada bagian-bagian tertentu. Mengingat
fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat apabila mukhasis-nya dengan
hadith ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad bin Hambal, keumuman ayat bisa
ditakhsish oleh hadith ahad yang menunjukkan kepada sesuatu yang khash, sedang
menurut ulama Hanafiah sebalikanya.
Sebagai
contoh:
لايرث
القتل من المقتول شيأ
“Pembunuh
tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)
Hadis tersebut men-takhsis keumuman
firman Allah surat an-Nisa’ ayat 44 berikut:
“Allah
mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan...”
d) Bayan
at-tasyri’
Yang dimaksud bayan al-tasyri’ adalah
mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an
hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja. Bayan ini oleh Abbas Mutawalli
Hammadah dengan “zaa’id ‘ala al-kitab al-kariim” (tambahan terhadap nash
al-Qur’an).
Hadis Rasulullah SAW yang termasuk ke
dalam kelompok ini, diantaranya hadis tentang penetapan haramnya mengumpulkan
dua wanita bersaudara (antara isteri dengan bibinya), hukum syuf’ah, hukum
merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi
seorang anak. Suatu contoh, hadis tentang zakat fitrah, sebagai berikut:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ
رَمَضَانَ عَلَى
النَّاسِ
صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ
ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنْ الْمُسْلِمِين
“Bahwasanya Rasul SAW
telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan ramadhan satu sukat
(sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki
atau perempuan Muslim.”(HR. Muslim)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehujaan
hadist ialah yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum
Fungsi
hadist terhadap al qur’an :
a) Tafshil,
penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan memberikan takhsis terhadap
ayat-ayat yang masih umum.
b) Taqyid,
artinya membatasi ayat-ayat mutlaq denngan sifat, keadaan, atau syarat-syarat
tertentu
c) takhsis,
ialah kata yang menunjukkan arti khusus, tertentu atau tunggal
d) al-tasyri,
adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam
al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya (ashl) saja
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar